Makassar.SatuSuara.co.id
Makassar, Sulsel - Bertemu di salah satu Warkop Jl. Galangan Kapal Raya, Ketua LSM PERAK Indonesia, Adiarsa MJ, SE, SH, MH dan Kepala SMA Al Muttaqien, Muhammad Rais Samad membahas beberapa poin yang wajib dievaluasi pemangku kepentingan dalam bidang pendidikan baik Gubernur, Walikota, Bupati dan Kepala Dinasnya.
Rais Samad mengatakan, sebagai salah satu Kepala Sekolah swasta sekaligus pemerhati pendidikan tentunya sangat prihatin dengan kondisi pendidikan di Sulawesi Selatan.
"Sekolah swasta di luar yang punya funding besar sangat memprihatikan dan jauh dari perhatian pemerintah. Baik dari segi bantuan stimulan maupun pada saat PPDB," ungkapnya saat diwawancarai, Kamis (2/1/25).
Ia juga menyampaikan, jika suara sekolah swasta tidak dipedulikan dan seakan secara massif untuk dimatikan melalui kebijakan dari Disdik Provinsi maupun kota.
"Bayangkan tiap PPDB sudah menambah waktu penerimaan ditambah lagi kelasnya. Terus sekolah kami dapat apa," beber pria yang juga sebagai Dewan Penasehat MKKS SMA Swasta se-Kota Makassar ini.
Pria yang juga akrab disapa Abah Rais ini juga meminta Pemerintah dalam hal ini Gubernur Sulsel dan Walikota Makassar turun tangan melihat persoalan ini.
"Kalau begini terus tentunya akan terjadi kesenjangan memprihatinkan antara sekolah negeri dan swasta. Dan imbasnya sekolah yang tidak mampu bertahan akan tutup," tambahnya.
Sementara itu, Ketua LSM PERAK, Adiarsa juga menyayangkan kebijakan pemerintah lewat Disdik malah ditengarai sebagai perusak sistem pendidikan khususnya di Sulsel.
"Selain proses PPDB yang tidak fair tentunya kita bisa lihat gerakan tambahan yang dilakukan Disdik Sulsel maupun Disdik Kota," ucap Adiarsa.
Lanjut Adiarsa, kami melihat beberapa tahun terakhir ini juknis selalu dilanggar, Disdik seenaknya menambah kuota dengan dalih pemenuhan kuota padahal sudah tambah kelas untuk tingkat SMA.
"Bahkan lebih parahnya lagi di tingkat SMP, ada 1.600 siswa yang tidak terdaftar di dapodik tahun 2024 alias siswa gantung. Ini semua karena sekolah menerima secara bar-bar dengan dalih semua anak harus sekolah," jelasnya.
Lebih jauh Adiarsa mengungkapkan, jika banyak oknum-oknum yang ikut merusak tatanan pendidikan.
"Hasil investigasi kami di lapangan jelas oknum dewan maupun Pemkot terkesan memaksakan orang-orangnya untuk diterima. Begitupun di tingkat Provinsi, boleh ditanya langsung para Kepseknya," ucap pria yang juga berprofesi sebagai Pengacara ini.
Jadi menurutnya, persoalan pendidikan maupun PPDB masyarakat sudah kehilangan kepercayaan dan anggaran untuk PPDB tiap tahunnya habis percuma.
"Ngapain ada PPDB pakai bajet APBD kalau semuanya bisa disetting kan pemborosan anggaran," terangnya lagi.
Ia juga ikut prihatin dengan kondisi sekolah swasta yang setiap tahunnya mengalami ketidak Adilan dari kebijakan Dinas Pendidikan.
"Jika meragukan kualitas dan kuantitas sekolah swasta yah beri mereka perhatian kepedulian dan bantuan stimulan bukan malah menambahkan beban dengan tidak memberikan asas keadilan pada saat PPDB sehingga ada bahkan sekolah tidak mempunyai murid yang mendaftar sama sekali karena sudah diborong sekolah negeri," tambah Adiarsa.
Adiarsa juga mengatakan, jika sekolah swasta semakin terpuruk lagi selain siswa penerima PIP yang sangat sedikit, para PPPK yang baru terangkat juga tentunya tidak mengajar lagi di sekolah swasta.
"Persoalan tenaga SDM yang terangkat sebagai PPPK juga akan memberikan masalah baru dan tentunya berimbas ke sekolah swasta lagi," pungkasnya.
Iapun mendesak Gubernur Sulsel dan Walikota Makassar segera mengevaluasi sistem dan pelaksanaan pendidikan di Sulawesi Selatan. Dimana PPDB tahun 2024 dianggap sebagai PPDB paling buruk dalam beberapa tahun terakhir.
(*)
Social Header